Lupakan dulu rencanaku nulis tentang cikuray. Nextnya ada Papandayan (3x), Gunung Gede (lagi), Merbabu dan Beautifull Rinjani. Pengen nulis tentang ini dulu. *bersihin sarang laba-laba di blog
Pernah suatu ketika (sering sih) temanku bertanya, “Mi, apa
enaknya sih naik gunung itu? Udah jalan, bawa ransel gede, nanjak lagi. Gak ada
toilet lagi di atas gunung.”
Kalo ada yang nanyanya becanda, aku jawab sekenanya “Mau
nyari jodoh”
Kalo ada yang nanya serius, aku jawab dengan ajakan, “ Yuk
ikut, biar tau rasanya naik gunung. Tanggal sekian aku mau naik ke sini sama si
itu dan si anu.”
Naik gunung, itulah hobiku. Untuk sebagian orang, memang
wisata ke gunung itu hal yang aneh. Kita capek-capek naik, bawa tas keril
kapasitas 60 liter lebih ke puncak, untuk dibawa turun lagi. Belum lagi masalah
makannya gimana, air buat minum gimana, urusan toilet seperti apa, tidurnya di
mana dll. Mending ke pantai, mall, city tour, atau wisata kuliner. Atau paling
enggak, kita naik gunungnya pake mobil kayak ke bromo gitu hehehe.
Yah, masing-masing boleh berpendapat dan memilih ya. Tapi bagiku, naik
gunung bukan sekedar wisata atau hobi. Naik gunung adalah ajang pencarian jati
diri. Naik gunung membuat kita banyak belajar, banyak hikmah yang dapat kita
ambil dari sana. (ciehh bahasanya)
Yah, sekarang udah happening banget sih naik gunung semenjak
adanya film 5 cm itu. Bahkan banyak yang bikin paket-paket wisatanya. Udah
capek-capek mendaki, ehhh disuruh bayar lagi hehehe. Tapi aku naik gunung bukan
karena “terhasut” film itu ya. Sejak kecil pun aku udah naik gunung di deket
rumah,eh bukit ding hehehe. Nah cuman sekarang-sekarang aja bener-bener mendaki
gunung. Dan mulai sering karena udah punya duit sendiri :p
So, kembail ke topik.
Apa aja sih pelajaran yang dapat kita ambil dari sana? Berikut beberapa hal
yang bisa kita maknai bersama
Naik gunung mengingatkan kita akan kekuasaan
Sang Pencipta
Percaya deh, kita takkan berhenti mengagungkan
nama Tuhan ketika kita bisa berdiri di dekat Kawah Jonggring Saloka serta melintasi
Oro-oro ombo di Semeru; merebahkan diri di padang
Edelweiss di Gede Pangrango atau Papandayan; memandangi savana Sembalun atau memancing di
Segara anak, di Rinjani. Kesemuanya membuat kita sadar betapa kita itu kecil,
tidak berdaya, dan tidak berhak untuk sombong sedikitpun.
Persiapan yang matang adalah yang utama
Kita dituntut untuk mempersiapkan sebaik
mungkin. Perlengkapan harus siap 100% mulai dari tenda, sleeping bag, jaket,
kompor mini, nesting, makanan dan minuman, jas hujan, rain cover, kupluk,
masker, head lamp, kompas, rute terkking dan tetek bengek lainnya. Wajib juga
persiapan fisik supaya gak kaget. Pelajari juga teknik-teknik membaca kompas
dan survival guide yang lain. Kalo misalkan tersesat hendaknya S.T.O.P (Sit down,
Think, Observe, Plan). Memang harus banget mempersiapkan ini itu tetapi persiapan mental kita adalah yang utama.
Ketenangan kita dalam menghadapi setiap situasi yang tak terduga diuji di sini.
Mengajarkan kita tentang perjuangan menembus
batas
Yang ini so pasti lah ya. Bukan suma berjuang
membawa ransel berisi segala survival kit kita, tapi juga berjuang menembus
medan dan cuaca yang tak menentu. Panas terik di siang hari, hujan badai di
sore hari, serta dingin di malam hari pun kita berusaha lawan. Bahkan tengah
malam kita berangkat lagi untuk mengejar sun rise di puncak. Naik gunung tidak
hanya mengajarkan untuk terus berjuang melangkah, tetapi mengasah kita agar
selalu berusaha menembus batas kemampuan kita. So, kebayang kan kalo misalkan
punya calon pasangan pendaki gunung. Naik gunung aja kuat, apalagi naik
pelaminan atau mendaki puncak mahligai rumah tangga hahaha.
Dapat mengenal seseorang lebih dekat dan mengenal arti
kebersamaan
Satu hal yang aku yakini bahwa kalau ingin
mengenal orang lebih jauh, ajaklah menempuh perjalanan yang jauh pula. Niscaya
sifat asli orang tersebut akan satu per satu muncul. Naik gunung bersama-sama juga
membuat kita bisa mengenal baik buruknya sifat seseorang.
Selain itu naik gunung membuat kita
menghargai arti kebersamaan, kerja sama, dan kepemimpinan. Susah senang selama
perjalanan harusnya ditanggung bareng, nggak egois, saling membantu. Ikut
membawa perlengkapan milik bersama, jangan mau enaknya aja Cuma bawa barang
pribadi. Apalagi ngacir duluan, mentang-mentang bawaannya paling enteng hehehe
(pengalaman pribadi). Pokoknya macem-macem lah.
Ada dua quote yang terkenal di antara kita
para penikmat ketinggian, antara lain :
“Bukan puncak yang kita cari, tapi
kebersamaan yang ingin kita lalui”, dan
“Aku
memperjuangkan siapa pun yang menemaniku mendaki, bukan yang menungguku di
puncak”
Quote yang pertama jelas. Quote yang kedua
silahkan diartikan sendiri yah hehehe.
Berani untuk bermimpi
Pertama kali aku mendaki plus kemping itu adalah
di Gunung Gede dengan segala ketidakberdayaanku. Next year aku dengan pede
mendaki Rinjani. So, penutup untuk tulisan ini adalah quote di tulisanku yang
sebelumnya.
Menggapai puncak gunung yang pertama kali
bagaikan meraih impianmu untuk pertama kali. Sekali bisa sampai puncak impian
itu, kamu akan berani mendaki puncak-puncak lain, yang bahkan belum pernah kamu
impikan sebelumnya.
Salam lestari
@fahmikacamata